Minggu, 07 Juli 2013

Menikah Itu Indah: Penyebab Penyepelean Pernikahan



Menikah Itu Indah: Penyebab Penyepelean Pernikahan

Bila faktor penyebab terjadinya krisis menyepelekan pernikahan ditelusuri secara cermat, niscaya akan didapati beberapa perkara yang menjadi pemicunya, antara lain:

1. Tidak menyadari atau pura-pura tidak mengetahui dampak negatif dari tindakan menyepelekan pernikahan, baik di kalangan umat maupun di kalangan personal-individu.

Ini merupakan penyebab utama seseorang menyepelekan pernikahan. Padahal akibat dari menghindari pernikahan menyebabkan umat menjadi lemah, bahkan terancam punah sehingga sangat mungkin akan dikuasai dan dijajah oleh musuh-musunya.

Menghindari pernikahan juga menyebabkan terjadinya dekadensi moral, karena pernikahan merupakan satu-satunya institusi resmi untuk menyalurkan naluri biologis (seksual) yang sesuai dengan syari’at. Sebab, penyaluran naluri seksual selain dalam ikatan perkawinan adalah perbuatan zina, dan zina termasuk perkara merusak yang dapat menghancurkan umat dan menghilangkan identitas kemuliaannya dan merendahkan eksistensi jati dirinya. Dengan zina, nasab keturunan menjadi hilang dan tidak jelas, serta nilai-nilai moral pun menjadi hancur berkeping-keping.

Orang yang menghindar dari pernikahan, hidupnya berantakan (teramat galau) dan jiwanya tenggelam dalam kehinaan karena hidupnya terperangkap dalam lumpur kenikmatan semu yang menipu, tidak ubahnya seperti unta terlantar yang hilang, atau laksana benda tak berharga yang terbuang.

Selain itu, ia juga tidak dapat merasakan nikmatnya berketurunan dan mendapatkan pahala yang berlipat, karena menikah adalah salah satu Sunnah para Nabi dan Rosul. Karena itu, dengan niat yang benar dan tujuan yang baik, pahala orang menikah yang ingin menjaga iffah dan mencari anak keturunan akan dilipatgandakan.

Dengan menikah jiwa menjadi tenang, hati menjadi damai, rumah tangga menjadi tentram, dan anak keturunan didapatkan, sehingga sempurnalah nikmat Alloh Ta’ala atas kedua pasangan suami istri.

2. Merebak dan menjamurnya budaya pamer aurat atau bahkan telanjang sama sekali (nudisme).

Di antara para pemudi ada yang gemar atau bahkan ahli dalam mempertontonkan auratnya seperti layaknya orang yang dikuasai hawa nafsu dan telah kehilangan rasa malunya.

Penampilan yang diperlihatkan sebagian pemudi tersebut membuat sebagian pemuda mengurungkan niatnya untuk menikah karena khawatir mendapatkan pendamping wnaita yang tidak menghiraukan kehormatan dirinya seperti pemudi yang suka memamerkan auratnya tersebut. Atau sebaliknya, malah banyak pemuda yang merasa sudah punya hanya sekadar menikmati aurat yang dipamerkan secara gratis.

Ketakutan ini tidak beralasan, karena masih banyak rumah tangga yang mampu menjaga kesopanan dan memegang teguh nilai kehormatan, terutama bagi pemuda yang tidak memerlukan sesuatu dari gadis impiannya kecuali hatinya senang jika ia memandangnya dan merasa aman atas harta bendanya jika ia tidak berada di sisinya.

Jika permasalahan pamer aurat yang banyak dilakukan oleh para pemudi ditelusuri lebih jauh; dimana perbuatan tersebut telah membuat para pemuda takut untuk menikah, maka orang yang bertanggung jawab atas kemunculan permasalahan tersebut adalah para walinya. Karena mereka kurang tegas dalam mendidik dan tidak konsisten dalam mengawasi putri-putrinya. Seharusnya putrid-putrinya diberi petunjuk bahwa menjaga aurat kesopanan lebih baik daripada memamerkannya dan bersikap malu lebih bagus daripada bersikap tebal muka, terlebih bila tidak punya malu sama sekali!

3. Lemah dan rapuhnya agama serta tipisnya aqidah.

Salah satu hal yang dapat menundukkan jiwa untuk bersikap iffah adalah mempercayai adanya balasan yang akan diterima oleh orang yang berbuat dosa, berupa kesengsaraan dan penderitaan. Dengan demikian niscaya akan timbul rasa takut untuk melirik kepada sesuatu yang tidak halal, sehingga yang tinggal hanyalah usaha untuk menemukan kenikmatan yang dihalalkan, yaitu melalui pernikahan.

Sedangkan orang yang lemah iman dan rapuh aqidahnya, maka ia tidak akan merasa sungkan untuk melampiaskan nafsu syahwatnya dengan mondar-mandir ke lokasi-lokasi prostitusi. Itulah yang membuatnya menghindar dari pernikahan, padahal ia mampu.

Jika faktor ini dianalisa, maka tanggung jawab terbesar penyebab lemahnya iman ini terletak di tangan para orang tua yang mengasuh anak keturunannya; mereka tidak berupaya menanamkan aqidah yang benar, yaitu aqidah yang tertanam kuat laksana pohon akarnya menghunjam ke bumi dan pucuknya menjulur ke langit, setiap saat menghasilkan buah dengan seizing Robbnya. Oleh karena itu, solusinya adalah mengusahakan agar generasi remaja tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pendidikan agama yang benar; karena agamalah yang dapat membersihkan jiwa sehingga mereka tidak melihat yang buruk sebagai sesuatu yang baik, dan tidak melihat yang keji sebagai sesuatu yang bagus.

4. Bepergian ke negara-negara  yang mentolelir perbuata-perbuatan mesum dan cabul.

Hal ini membuat para pemuda kurang menyenangi gadis-gadis seagama dan sebangsanya, bahkan akhirnya sama sekali tidak menyukai pernikahan; karena menganggap pernikahan hanya akan membelenggu kebebasannya.

5. Pengaruh media massa dengan saluran-saluran parabola dan sinetron-sinetron murahan yang mencemooh norma-norma etika dan menghina nilai kemuliaan.

Ini termasuk hal yang menyebabkan orang tidak tertarik kepada pernikahan dan lebih tergoda untuk berbuat nisa, terlebih-lebih bagi mereka yang memahami bahwa pernikahan itu tidak lebih dari sarana pemuas nafsu syahwat belaka.

6. Kurang percaya diri.

Sebagian orang memiliki sifat terlalu mengalah, mudah terpukul, dan tidak percaya kepada diri sendiri. Ia menganggap bahwa tidak ada seorang pun yang mau mempercayai atau menghargainya sehingga setiap kali ia berkeinginan untuk memasuki jenjang pernikahan, terlihat semangatnya mengendor dan timbul sikap ogah-ogahan karena takut ditolak. Walhasil, ia pun merasa bahwa tidak ada jalan lain baginya kecuali menghindari pernikahan dan membiasakan diri dengan keadaan tersebut.

7. Harapan sebagian pemuda untuk mendapatkan pendamping yang memiliki kekayaan.

Hal ini bisa saja timbul dari seorang yang memiliki niat jahat, rakus, cowok matre, mau enaknya saja dan tidak mau bersusah payah, atau karena lamunan terlalu tinggi padahal kemampuan sangat dibawah.

8. Kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan dan besarnya jumlah mahar.

Kedua hal ini terkadang menghalangi niat seseorang untuk menikah. Inilah sebagian sebab-sebab mengapa banyak para pemuda dan pemudi yang menghindari pernikahan.

Semogra fakta-fakta ini menjadi pertimbangan bagi para pemuda agar mereka mengetahui bahwa menghindari pernikahan berarti membunuh keluhuran sifat iffah, menghalangi lahirnya generasi bangsa yang baik dan memadamkan lentera kehidupan social yang indah.

Dengan demikian, mereka sebagai orang-orang yang mencintai kemuliaan,mengutamakan kepentingan umum dan berbuat demi kemajuan dan kejayaan umat tidak mempunyai pilihan lain kecuali membersihkan diri dari pengaruh meniru-niru para penganut, pernikmat dan pengagum seks bebas, sehingga mereka menjadi generasi yang konstruktif, bukan dekstruktif; reformis bukan deformis.

Jalannya adalah, marilah menikah, atau bersegeralah menikah, jangan ditunda-tunda lagi, khususnya bila sudah memiliki kemampuan!

Semoga Alloh Ta’ala menganugerahkan kepada kita semua kepahaman tentang dien-Nya, kesungguhan dalam meniti sunnah Rosul-Nya, keikhlasan dalam niat dan tsabat (keteguhan) dalam menggenggam syariat-Nya.

Semoga Alloh Ta’ala juga mengaruniakan kepada kita dan kaum Muslimin pasangan-pasangan hidup yang sholih, keturunan yang menjadi qurrota ‘ayun (penyejuk mata yang menyenangkan hati) dan mengumpulkan kita dengan mereka di jannah-Nya yang tinggi. Aamiin.

Semoga Sholawat dan salam sejahtera senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad –sholallohu ‘alaihi wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Pernikahan Islami : Menikah Itu Indah, Hikmah dan Keutamaan Pernikahan dalam Islam, LBKI

Rabu, 26 Juni 2013

Surat Rahasia dari seorang Anak Kecil


Aku bangun pagi seperti kebiasaanku, meski hari ini adalah hari liburku. Putri kecilku, Rima pun demikian. la juga terbiasa bangun lebih cepat.

Aku saat itu sedang duduk di depan mejaku sibuk dengan buku-buku dan lembar-lembar kertasku.

Mama, apa yang engkau tulis?” tanya Rima.

Aku menuliskan sepucuk Surat kepada Alloh -ta'ala-,” jawabku.

Apakah Mama mengizinkan aku untuk membacanya??” tanya Rima lagi.

Tidak, Sayangku. Surat-suratku ini sangat khusus dan aku tidak mau seorang pun membacanya,”jawabku.

Rima pun keluar dari ruang kerjaku dengan hati yang sedih. Namun ia telah terbiasa dengan itu semua. Aku memang selalu menolaknya.

Kejadian itu telah berlalu selama beberapa minggu. Untuk pertama kalinya, aku pergi ke kamar Rima. Rima gugup saat melihatku masuk. Duhai, mengapa ia tiba-tiba menjadi gugup??

Rima, apa yang engkau tulis?” tanyaku.

la semakin gugup. Namun ia menjawab: “Tidak Mama, ini adalah kertas-kertas rahasiaku.

Menurut Anda, apakah yang ditulis oleh seorang anak perempuan berusia 9 tahun dan ia takut jika ada yang melihatnya?!

Aku menulis Surat kepada Alloh -ta'ala- seperti yang Mama lakukan,” ujarnya lagi.

Tapi tiba-tiba ia memotong sendiri ucapannya dengan mengatakan: “Tapi apakah semua yang kita tuliskan akan terwujud, wahai Mama??”

Tentu saja, putriku. Karena Alloh -ta'ala- Maha mengetahui segala sesuatu.,” jawabku.

Ia tidak mengizinkanku untuk membaca apa yang ia tulis. Aku pun keluar meninggalkan kamarnya. Aku mendatangi Rasyid, suamiku, untuk membaca koran seperti biasa. Aku membaca koran itu, tapi pikiranku melayang memikirkan putri kecilku.

Rasyid rupanya memperhatikan kegelisahanku. la mengira bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kesedihanku. Ia berusaha menenangkanku bahwa ia akan mendatangkan seorang pembantu atau perawat untuk meringankan bebanku.

Duhai Tuhanku, aku tidak pernah berpikir seperti ini. Aku pun memeluk kepalanya dan mencium keningnya yang selama ini begitu lelah dan berpeluh keringat demi aku dan putriku, Rima.

Dan hari ini, ia mengira aku sedih karena itu semua. Aku menjelaskan padanya apa yang menyebabkan kesedihan dan kegelisahanku.

Hari itu, Rima pergi ke sekolah. Dan ketika ia pulang, ia menemukan seorang dokter ada di rumahnya. la segera berlari untuk melihat ayahnya yang sedang didudukkan di sebuah kursi. Rima duduk di sampingnya dan menghiburnya dengan canda dan bisikan cintanya.

Sang dokter menjelaskan kepadaku bagaimana kondisi Rasyid yang memburuk, lalu ia pergi. Aku pura-pura lupa bahwa Rima masih anak-anak. Tanpa ampun, aku berterus terang kepadanya apa yang dikatakan dokter kepadaku, bahwa jantung ayahnya yang menyimpan begitu banyak cinta untuknya semakin melemah. Ia tidak akan hidup lebih dari tiga minggu. Segera saja tangisan Rima pecah. Dan ia terus menangis sambil mengulangi ucapannya: “Mengapa semua ini terjadi pada Papa? Mengapa?

Doakanlah kesembuhan untuknya, wahai Rima. Engkau harus menjadi anak yang pemberani dan jangan pernah lupa akan rahmat Alloh -ta'ala-, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Karena engkau adalah putri Papa satu-satunya,” ujar Sang ibu.

Rima terdiam mendengarkan ibunya. la melupakan kesedihannya dan menelan semua rasa sakitnya. Keberaniannya tiba-tiba muncul dan ia berkata: “Ayahku tidak akan mati

Di setiap pagi, Rima mencium pipi ayahnya yang hangat. Namun hari itu, ketika ia mencium ayahnya, ia memandangi sang ayah dengan pandangan lembut, lalu berkata: “Ayah, andai saja engkau bisa mengantarku satu hari saja seperti teman-temanku yang lain.”

Sebuah kesedihan langsung membuatnya larut, namun ia berusaha menyembunyikannya. la mengatakan; “Insya Alloh -ta'ala-, hari itu akan datang. Ayah akan mengantarmu ke sekolah, Rima.”

Ia mengucapkan itu meski ia yakin bahwa sakitnya itu tidak akan mampu menyempurnakan kegembiraan putri kecilnya.

belajar bisnis online
Aku mengantarkan Rima ke sekolah. Dan ketika aku tiba di rumah, entah mengapa sebuah keisengan menggodaku untuk melihat surat-surat yang pernah dituliskan Rima kepada Alloh -ta'ala-. Aku mencarinya di meja belajarnya, namun tak menemukan apapun. Dan setelah begitu lama mencari, tidak juga ada hasil.

Aduh, di mana gerangan surat-surat itu?! Apakah ia merobek-robeknya setelah ia menulisnya?!

Mungkin ada di sini. Selama ini Rima begitu menyayangi kotak ini. Berkali-kali ia memintanya dariku, maka aku pun mengosongkan isinya dan memberikan kotak itu kepadanya.

Tuhanku, kotak ini berisi begitu banyak surat dan semuanya untuk Alloh -ta'ala-!

“Ya Tuhan … ya Tuhan .. semoga anjing tetangga kami akhirnya mati, karena ia selalu menakutiku!!”

“Ya Tuhan, semoga kucing kami melahirkan begitu banyak anak kucing. Itu untuk mengganti anak-anaknya yang mati!!”

“Ya Tuhan,  semoga sepupuku akhirnya lulus, karena aku mencintainya!!”

Ya Tuhan, semoga bunga-bunga di taman rumah kami begitu cepat menjadi besar, agar setiap hari aku dapat memetik setangkai bunga dan memberikannya kepada ibu guruku.”

Dan banyak lagi surat-surat lain yang semuanya begitu polos. Dan di antara surat paling lucu yang aku baca adalah ketika ia menuliskan:

Ya Tuhan..ya Tuhan..jadikanlah akal pembantu kami semakin cerdas, karena ia telah membuat ibuku lelah…”

Ya Alloh -ta'ala-, semua surat itu isinya benar-benar dikabulkan. Sejak lebih dari seminggu, anjing tetangga kami mati! Kucing kami telah mempunyai anak-anak, Ahmad – sepupunya-  juga lulus dengan cemerlang dan bunga-bunga di taman kami memang menjadi besar sehingga Rima setiap hari memetik sekuntum bunga untuk diberikan kepada ibu gurunya.

Ya Alloh -ta'ala-, tapi mengapa ia tidak pernah mendoakan kesembuhan untuk ayahnya agar ia tidak terbebani dengan penyakitnya?!!

Aku menjadi begitu bingung, andai saja ia mendoakan ayahnya. Kebingungan itu tidak terputus kecuali oleh deringan telepon yang mengganggu. Pembantu mengangkatnya lalu memanggilku: “Nyonya, ada telpon dari ibu guru.!”

Ibu guru?! Ada apa dengan Rima?! Apakah ia melakukan sesuatu?!

Ibu guru itu kemudian menceritakan kepadaku bahwa Rima jatuh dari lantai 4 ketika ia sedang berjalan menuju rumah ibu gurunya yang tidak hadir. Ia ingin memberinya setangkai bunga dan ketika ia melihat dari balkon, bunga itu jatuh dan Rima pun ikut terjatuh.

Sungguh sebuah dentuman yang sangat keras yang tak mampu aku pikul, begitu pula Rasyid. Akibat keterkejutannya Yang begitu dahsyat, ia mengalami stroke di mulutnya. Dan sejak hari itu, ia tidak lagi mampu berbicara.

Mengapa Rima bisa tewas seperti itu?”

Aku sungguh-sungguh tidak bisa memahami berita bahwa putri tercintaku telah tiada..

Setiap hari aku menipu diriku sendiri dengan pergi ke sekolahnya seakan-akan aku masih mengantarnya pergi ke sana.

Aku melakukan segala sesuatu yang dahulu senang dilakukan putri kecilku. Setiap sudut rumah selalu mengingatkanku tentangnya. Aku terkenang pada suara tawanya yang selalu memenuhi rumah kami dengan kehidupan.

Bertahun-tahun telah berlalu sejak kematiannya dan seakan-akan itu terjadi hari ini.

Suatu hari, pada pagi hari Jum’at, tiba-tiba pembantu kami datang tergopoh-gopoh dan mengatakan bahwa ia mendengarkan ada suara yang berasal dari kamar Rima.

Ya Tuhanku, apakah masuk akal jika Rima kembali lagi?? Ini sungguh sebuah kegilaan dan mustahil.

Engkau mungkin hanya mengkhayal,” ujarku kepada pembantu kami.

Aku sendiri belum pernah menginjakkan kakiku ke kamar itu sejak kematian Rima. Rasyid bersikeras agar aku pergi ke sana dan melihat apa yang terjadi.

Aku memasukkan kunci ke pintu dengan hati yang penuh debar. Kubuka pintu dan aku tidak bisa menguasai diriku.
Aku duduk menangis dan menangis. Aku melemparkan tubuhku ke atas tempat tidurnya. Ranjang itu berderik. Oh, aku ingat.

Sudah berulang kali Rima mengatakan padaku kalau tempat tidurnya selalu berderik dan mengeluarkan suara jika ia bergerak. Dan aku selalu lupa memanggil tukang kayu untuk memperbaikinya. Ah, tapi sekarang tidak ada gunanya lagi.

Tapi apa yang telah menimbulkan suara keras yang dikatakan pembantu kami?

Oh, rupanya itu adalah suara papan hiasan dinding bertuliskan ayat kursi yang jatuh. Dulu, Rima selalu berusaha membaca ayat itu setiap hari hingga ia menghafalnya. Dan ketika aku mengangkat papan itu untuk menggantungkannya kembali, aku menemukan selembar kertas yang diletakkan di belakangnya.

Ya Tuhan, ini adalah salah satu dari sekian banyak surat-suratnya. Menurut ANda, apakah gerangan yang tertulis dalam surat itu? Dan mengapa ia meletakkannya di balik tulisan ayat yang mulia itu?

Ini benar-benar salah satu surat yang dituliskan Rima kepada Alloh -ta'ala-. Di dalamnya tertulis:

Ya Tuhanku..ya Tuhanku…biarlah aku mati dan Papa-ku tetap hidup.”

***
Sumber: Chicken Soup For Muslimah, Qashash Mu’atstsirah Jiddan lil Fatayat, ALi bin Husain Sindi, Penerbit Sukses Publishing

Wanita Cantik, Suci, dan Cerdas Bersama Suami Yang Curiga



Dikisahkan, ada seorang raja yang berada di lantai atas istana sedang menoleh dan kebetulan dia melihat seorang perempuan di atas loteng rumah. Perempuan tersebut cantik sekali. Lantas sang Raja berkata kepada sebagian dayang-dayangnya, “Perempuan itu milik siapa?” Mereka berkata kepada Raja, “Perempuan itu istri pelayan tuan, Fairuz.”

Kemudian sang Raja turun. Sang Raja benar-benar mabuk cinta kepada perempuan tersebut. Lalu sang Raja memanggil pelayannya dan berkata, 

Hai Fairuz!

Saya paduka.” Jawab Fairuz.

Raja melanjutkan, “Ambillah surat ini. Bawalah ke negeri anu dan berikan aku jawaban.”

Pelayan itupun mematuhi perintah sang Raja. Lantas dia menuju rumahnya. Dan meletakkan surat di atas tempat tidurnya. Dia pun mempersiapkan dirinya untuk melakukan perjalanan. Memasuki waktu pagi, dia berpamitan kepada keluarganya dan berangkat untuk memenuhi perintah Raja tanpa menyadari apa yang sedang direncanakan oleh Raja.

Di lain pihak, sang Raja menuju ke rumah pelayannya tersebut. Dia mengetuk pintu dengan pelan. Lantas istri pelayan tersebut berkata, “Siapa di luar?” Raja menjawab, “Saya Raja, majikan suamimu.” Isterinya pun membukakan pintu untuknya, lalu sang Raja masuk.

Si istri berkata kepada Raja, “Baru kali ini saya melihat tuan ke sini.” Sang Raja berkata, “Saya datang untuk berkunjung.” Perempuan tersebut menanggapi, “Saya berlindung diri kepada Alloh -ta’ala- Subhanahu wa Ta’ala dari kunjungan ini. Saya kira kunjungan ini tidaklah pantas.

Sang Raja berkata, “Celaka kamu! Sesungguhnya aku ini Raja dan majikan suamimu. Aku tidak menduga bahwa kamu tidak mengenaliku?” Perempuan tersebut menjawab, “Saya mengenalimu tuan. Akan tetapi, orang-orang terdahulu terlanjur mengucap syair berikut:

Saya akan meninggalkan air kalian tanpa mau mendatanginya karena telah banyak orang yang mendatanginya

Jika lalat jatuh pada makanan, maka aku pun mengangkat tanganku padahal nafsuku menginginkannya.

Singa-singa enggan mendatangi air ketika anjing-anjing telah menjilati air tersebut.


Kemudian perempuan tersebut berkata, “Wahai Raja! Paduka telah mendatangi tempat minum anjing paduka dan Anda meminumnya!

Maka, sang Raja menjadi malu sebab perkataan perempuan tersebut, lalu dia beringsut keluar meninggalkan perempuan tersebut dan lupa sandalnya tertinggal di dalam rumah


belajar bisnis online
Sedang si pelayan yang telah berangkat untuk memenuhi perintah majikannya, dia merasa kehilangan surat. Ternyata dia tidak membawa serta surat tersebut. Dia pun teringat, dia lupa kalau suratnya masih ada di bawah tempat tidurnya. Lantas dia kembali ke rumah. Kebetulan, dia sampai di rumah setelah sang Raja keluar dari rumahnya. Tetapi, dia menemukan sandal sang Raja di dalam rumahnya. Dia pun tidak kehilangan akal. Dia sadar bahwa sang Raja mengutusnya untuk melakukan perjalanan ini dikarenakan ada sesuatu yang hendak dilakukannya. Dia pun terdiam dan tidak mengucapkan sepatah kata. Dia pun mengambil surat dan berangkat untuk memenuhi perintah Raja.

Tatkala dia telah melaksanakan tugasnya, dia pun menghadap sang Raja. Lantas sang Raja memberinya hadiah seratus dinar, lalu dia bertolak ke pasar dan membeli sesuatu yang disukai istrinya. Dia juga mempersiapkan hadiah yang bagus. Dia mendatangi istrinya lalu mengucap salam kepadanya dan berkata, “Ayo kita berkunjung ke rumah ayahmu!”

Untuk apa?” Tanya si istri.

Dia menjawab, “Sang Raja telah memberi hadiah kepadaku dan saya ingin engkau menampakkannya kepada keluargamu.”

Dia pun bangkit dan menuju ke rumah ayahnya. Mereka bergembira dengan kedatangan perempuan tersebut serta benda-benda yang dibawanya. Lalu dia menetap di rumah keluarganya selama sebulan. Dia pun tidak pernah menanyakan istrinya dan tidak pernah menyebut-nyebutnya.

Kemudian saudara si istri mendatangi dan berkata, “Kamu pilih antara menceritakan kepada kami akan penyebab kemarahanmu atau kami minta putusan hukum kepada Raja?”

Fairuz menjawab, “Jika kalian menghendaki putusan hukum, lakukanlah. Saya tidak meninggalkan hak istri saya yang merupakan kewajiban saya.”

Lantas mereka pun menuntutnya untuk mencari putusan hukum. Fairuz bersama mereka menghadap hakim. Ketika itu hakim sedang duduk di samping Raja. Saudara si istri berkata, “Tuanku hakim yang mulia! Saya menyewakan kepada pemuda ini kebun yang berpagar kuat lengkap dengan sumur yang airnya melimpah dan terpelihara serta pepohonan yang berbuah, lalu dia memakan buah-buahannya, merobohkan pagarnya, dan menghancurkan sumurnya.”

Lantas hakim menoleh ke arah si pemuda dan berkata kepadanya, “Apa tanggapanmu, hai Fairuz?”

Fairuz menjawab, “Wahai tuan hakim! Saya telah menerima kebun itu dan saya menyerahkannya lagi kepadanya sebaik keadaannya semula.”
Hakim bertanya, “Apakah dia mengembalikan kebun itu kepadamu sebagaimana keadaannya semula?”

Dia menjawab, “Benar. Akan tetapi, saya ingin mengetahui penyebab dia mengembalikan kebun itu.”

Hakim berkata, “Apa tanggapanmu, hai Fairuz?”

Fairuz menjawab, “Yang mulia! Demi Alloh -ta’ala-, saya mengembalikannya bukan karena membencinya. Hanya saja, pada suatu hari saya datang dan ternyata saya menemukan jejak singa di dalamnya (maksudnya ialah sandal sang Raja). Saya takut diterkam oleh singa tersebut. Makanya, saya menahan diri untuk masuk ke dalam kebun untuk menghormati singa tersebut.”

Pada saat itu sang Raja sedang duduk bersandar, lantas beliau duduk dengan tegak dan berkata, “Wahai pemuda! Kembalilah pada kebunmu dalam keadaan aman dan tenang. Demi Alloh -ta’ala-, singa itu masuk ke dalam kebun tidak melakukan apa-apa. Ia tidak menyentuh daun, buah, dan apa saja. Ia berada di dalamnya hanya sebentar saja dan keluar tanpa berbuat apa-apa. Demi Alloh -ta’ala-, singa tersebut belum pernah melihat semisal kebunmu dan tidak ada yang lebih kuat perlindungannya dari pada pagar yang mengelilingi pepohonannya.”

Selanjutnya, pemuda tersebut pulang ke rumahnya dan istrinya pun dikembalikan kepadanya. Sang hakim dan lainnya tiadk ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya.

(Ini semua termasuk di antara ungkapan-ungkapan eksentrik yang dibuat secara metaforis).


***
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Ijinkan Aku Iri pada Kalian

Pernikahan Islami

Tepat selesai jama'ah Subuh aku dikagetkan oleh getar Hp yang kebetulan masih di atas meja . Selintas kulihat istriku mengambil HP tersebut dan dilihat Identititas pamanggil . Aku sempat nanya :'' dari siapa dik ?” . ''Dik Khusnul mas .” jawab istriku . Setelah membalas salam yang disampaikan dik Khusnul kudengar jawaban istriku berikutnya yang cukup mengagetkan : Inna lillahi wa Inna illaihi rojiun , kapan? “ . Kucoba untuk menenangkan hatiku sambil menunggu pembicaraan mereka selesai .

Maklum diperantaun , kalau ada kabar duka rasanya Masya Alloh . Walaupun sebenarnya akupun menyadari bahwa kematian tetap akan datang , yang kita tidak pernah tahu jadwalnya , tempatnya , keadaannya , ataupun siapa orang – orang yang mendampingi kita pada saat sakaratul maut tersebut.

Aku berjalan mendekati istriku setelah pembicaraan mereka selesai . Tampak kaget wajah istriku mendengar berita itu. Yah ..., hari ini salah satu tetanggaku di Cepu duluan dipanggil kehardirat-Nya .''Siapa dik yang meninggal dunia ?'' tanyaku . ''Gus Aris mas , putranya pak Syai'in , hari ini dia menyusul adiknya mas .” jawab istriku . Aku juga cukup penasaran dengan kakak beradik ini . Ada yang istimewa pada saat keduanya di panggil Alloh .Bahkan menurutku lebih dari itu , mereka memiliki keluarga yang istimewa , baik ayah , ibu maupun saudara saudara kandungnya.Sebuah keluarga yang bersahaja. Bagaimana tidak ? Ayahnya seorang guru agama di sebuah Sekolah Dasar , tetapi beliau tetap ada waktu untuk musholla yang menurutku cukup besar itu untuk mengajari anak – anak mengaji selepas jama'ah sholat Magrib .

Santrinya pun cukup banyak , lebih dari 50 anak kayaknya, sehingga walaupun sudah dibantu oleh istrinya tetap saja waktu mengajar ngajinya tidak pernah cukup kalau hanya selepas Magrib sampai Isya . Belum lagi ditambah kesibukannya untuk masyarakat sekitar yang perlu konsultasi , atau bertanya tentang agama. Dan istimewanya walaupun dalam kesederhanaan seperti itu ketiga putra dan satu putrinya semua sekolah di PONPES Bahrul Ulum Jombang ,satu pondok dengan salah satu adikku dulu .

Kalau ditanya alasannya kenapa seluruh anaknya dimasukkan pesantren , jawabannya cukup mengejutkan : ''Saya takut dengan kondisi pendidikan saat ini , walaupun saya pendidik . Jumlah jam pendidikan agama semakin tahun semakin sedikit , sementara anak hanya di cekoki hal- hal yang berbau eksak. , sehingga akhlaq dan sikap tawadhu nya sering hilang atau bahkan tidak ada sama sekali. Saya hanya yakinkan pada anak – anak kalau kita menolong agama Alloh pasti Alloh akan menolong kita dari jalan yang tidak pernah kita duga “. Nah ….

Kemarin pada saat aku cuti bersama istriku , kuniatkan memang dari awal untuk ta'ziah di rumah beliau walaupun terlambat beberapa hari . Suasana duka masih menyelimuti keluarga itu , tapi sekali lagi sangat -sangat nampak di wajah pak Syai'in dan istrinya sebuah sikap kerelaan dan keridhoan keduanya terhadap takdir Alloh yang menghendaki salah satu putranya untuk kembali ke hadirat-Nya.

Ada kesedihan yang wajar memang , tapi sikap ridhonya terhadap takdir mengalahkan kesedihannya. Ah .. sebuah pelajaran yang indah. Setelah mempersilahkan kami duduk ,disiapkan pula untuk kami dua gelas air mineral . Setelah kusampaikan bela sungkawa , aku mencoba memulai pembicaraan dengan ikut mencoba menyemangati '' Wah , kayaknya pak Syai'in dan ibu lagi dinaikkan maqomnya oleh Alloh nich , Gus Aris di panggil Alloh dalam keadaan berdzikir di masjid .

Mudah-mudahan cobaan ini untuk menaikkan kedudukan bapak dan ibu di mata Alloh dan ditambahkan kesabaran dan keberkahan di keluarga ini ''. Serempak mereka mengamini. Dalam bahasa jawa yang halus dan terbata-bata ibu Syai'in bercerita bahawa sebelum Gus Aris dipanggil Alloh perilakunya berubah total dalam tahun terakhir. Bahkan minggu – minggu terakhir sebelum kepergiaanya tiba-tiba dia minta maaf kepada ibunya , permintaan maaf yang tidak biasanya .Dia meminta maaf segala kesalahannya dari kecil sampai sekarang dan mencium tangan ibunya. Dan menagis di pelukan ibunya .

Kemudian mulai dia melengkapi kebutuhan ibu dan rumah tangganya . Masih belum puas , masih lagi dia menanyakan : '' Apalagi yang belum ya bu , inipun belum seberapa dibanding pengorbanan dan kasih sayang ibu selama ini “. Dan sebelum bekerja seperti biasanya dia meminta do'a restu ibunya walaupun kali ini dia merasa kurang enak badan. Dan benar saja rupanya itu kata pamitnya dia kepada ibunya . Dalam perjalanan mencari rejeki itulah tiba – tiba dia belokkan kendaraan roda duanya ke arah masjid .Dan Alloh mengakhiri hidupnya dalam keadaan berdzikir. .Subhanallah , mudah-mudahan Khusnul Khotimah .

Dalam rasa penasaranku yang semakin membara terhadap amal kebaikan Gus Aris ini , aku beranikan diri bertanya lebih jauh . Kali ini pak Syai'in tujuanku. '' Pak , apa amalan Gus Aris ini , kok Alloh mengambilnya dengan santun seperti itu ?'' . Dalam nafas panjang beliau mulai bercerita bahwa beberapa hari terkahir dia ingat terus kepada Gus Ulya , salah seorang adiknya yang duluan dipanggil Alloh .Bahkan dia sempat bilang :'' Abah , kayaknya dik Ulya enak ya , mungkin saat ini sudah di syurga.”

Terus suatu saat dia ngomong '' Abah , setelah saya pikir – pikir selama ini Alloh menyempitkan rejekiku mungkin karena saya yang salah , makanya beberapa waktu yang lalu saya sowan ke kyai di pondok dan menanyakan hal ini pada beliau .Dan ternyata saran pak kyai saya disuruh membetulkan sholat dulu .Jadikan sholatmu sarana untuk menyampaikan hajatmu di hadapan Alloh , kebutuhan hamba terhadap Rabb nya dan bukan sekedar menggugurkan kewajiban “.

Masih menurut pak Sayiin , setelah itu memang benar , Alloh mulai melapangkan rejekinya , bahkan dia sempat menjadi tangan kanan di sebuah perusahaan , walaupun tidak bertahan lama karena Alloh keburu memanggilnya.

Sama seperti adiknya , dulu kalau mereka liburan pondok , walaupun laki- laki mereka selalu ''memaksa '' uminya untuk tidak memasak selama mereka di rumah .Mereka berdualah yang memasak sampai liburan habis . Merekalah yang menggantikan suara khas abahnya kalau lagi adzan dan membantu mengajar ngaji untuk anak- anak santri di musholla . Dan jejak itupun saat ini diikuti oleh kedua adiknya yang masih mondok .

Hingga suatu saat dia bercerita pada abahnya :'' Abah , dulu sebelum dik Ulya dipanggil Alloh pernah mengajak saya untuk menghitung biaya sekolah yang dikeluarkan abah mulai dari MI sampai di pondok sekarang . Adik bilang mudah-mudahan Alloh menggantinya “. Benar saja , Gus Ulya dipanggil Alloh pada saat hendak kembali kepondok setelah meminta maaf kepada ummi dan abinya dan akan menunggunya si syurga kelak .

belajar bisnis online
Kecelakaan menjadi cara Alloh memanggilnya. Calon hafidz Qur'an itu dipanggil Alloh dalam perjalanan jihad untuk menuntut ilmu .Mudah – mudahan syahid … Benar saja santunan dari asuransi dan sumbangan dari para sopir yang kebetulan berada disekitar lokasi kecelakaan itu persis sama dengan yang dihitung kakak beradik itu. Salah satu yang membuat pak Syai'in dan istrinya teringat adalah mereka berdua tidak pernah meminta jatah bulanan untuk pondok melebihi jatah bulanan biasa , walaupun seribu rupiah . Kalau ditanya selalu biilang cukup . Padahal menurut salah satu adikku yang kebetulan satu pondok dengannya , dalam kondisi banyak kebutuhan di pondok , mereka memilih puasa agar tidak menambah beban kedua orang tuanya.

Semakin panjang cerita pak Syai'in semakin membuatku iri dan penasaran.Mudah – mudahan tidak salah penilaianku bahwa keluarga ini memang keluarga yang dekat dengan Alloh . Beberapa hari sebelum sang kakak dipanggil Alloh dalam mimpinya pak Syai'in berjalan – jalan di sebuah taman yang belum pernah dilihatnya.

Kemudian salah seorang penjaga taman itu menawari pak Syai'in untuk melihat – lihat rumah anaknya . Ditolaknya permintaan tersbut karena pak Syai'in yakin putranya tidak mepunyai rumah disitu. Sang penjagapun memaksa beliau untuk masuk dan ternyata anaknya sedang tidur pulas dirumah yang indah tersebut . Sembari membetulkan letak kepala anaknya di bantal yang kelihatan pulas sekali , beliau mengamati indahnya rumah tersebut.Sungguh belum pernah dibayangkan apalagi dilihatnya . Masya Alloh . Dan sehari sebelum sang kakak dipanggil Alloh , pada saat sholat beliau sempat sekilas melihat Gus Ulya menggandeng tangan Gus Aris .

Dan sungguh aku iri pada kalian berdua . Dan mudah – mudahan Alloh memanggilku kelak dalam keadaan syahid atau sedekat-dekatnya hamba dengan Rabb nya. Maka ijinkanlah aku iri pada kalian.

*** 

Minggu, 20 Januari 2013

Merenungi Hikmah Pernikahan

Pernikahan Islami, Merenungi Hikmah Pernikahan



Di antara faktor penting yang dapat memicu dan mampu memacu motivasi seseorang untuk menikah adalah mengetahui hikmah-hikmah, keuntungan dan faidah positif dari pernikahan.

Hikmah-hikmah pernikahan sangat banyak sekali, di antaranya:

1.   Merupakan aplikasi dan realisasi terhadap perintah Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya -sholallohu ‘alaihi wa sallam-.

Alloh Ta’ala berfirman:
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya kalian yang laki-laki dan hamba-hamba sahaya kalian yang wanita.”. (an-Nur : 32)

Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian mengawininya), maka nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kalian taku tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (an-Nisa’ : 3)

Rosululloh –sholallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk ba’ah (menikah, hasrat melakukan hubungan biologis dengan lawan jenis), maka hendaknya ia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa. Sesungguhnya puasa itu adalah peredam syahwat.” (al-Bukhori dan Muslim)

2.    Mendapatkan pahala dan ganjaran kebaikan.

Rosululloh –sholallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Menggauli istri seorang dari kalian adalah sedekah.” (HR. Muslim)

Mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa menyibukkan diri dengan urusan pernikahan lebih utama daripada meluangkan waktu untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah, karena banyaknya maslahat yang terkandung dalam pernikahan.

3.    Menjaga kemuliaan diri (‘Iffah)
Pernikahan adalah salah satu sarana untuk meraih sifat-sifat mulia, dan seringkali hukum-hukum sarana menempati posisi hukum bagi tujuan utama (maqoshid) syari’ah dan hal ini bahkan diakui pula berdasarkan adat kebiasaan atau tradisi masyarakat.

4.    Untuk mendapatkan keturunan dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia.
Bila diperhatikan dengan cermat, bahwa Alloh Ta’ala telah menentukan keberlangsungan hidup manusa adalah bertujuan untuk menegakkan syariat, memakmurkan alam, dan untuk menyemarakkan kehidupan dengan beragam kebaikan. Hal ini terjadi melalui perantaraan generasi atau keturunan, yang baik, yang tidak akan ada jalan memperolehnya kecuali dengan pernikahan. Dari sini terlihat nyata bahwa pernikahan merupakan sarana untuk mewujudkan perkara-perkara besar yang direncanakan Alloh Ta’ala agar dilaksanakan oleh umat manusia.

5.     Mencukupi dan menjamin kebutuhan kaum wanita.
Keadaan wanita dan fitrah penciptaan mereka yang diciptakan bersifat lemah dan tidak mampu melakukan pekerjaan berat, termasuk untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, menyebabkan mereka membutuhkan bantuan dan uluran tangant pihak lain yang dapat mencukupinya.

Pernikahan memberikan kepada mereka suatu kekuatan dan menganugerahkan sebagian besar kesenangan hidup, melalui perantaraan suami yang menjadi pengayom dan pelindungnya.

Oleh karena itu, bila niat laki-laki yang menikah adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup wanita, maka niatnya ini merupakan suatu perbuatan bernilai pahala dan membuat lembaran kehidupannya semakin putih bersinar.

6.    Meraih ketenangan, cinta dan kasih sayang.
Karena melalui pernikahan, masing-masing pasangan mendapatkan seorang pendamping yang mengikhlaskan cinta, memberikan kasih sayang murni dan saling berbagai ketenangan dan kebahagiaan.

Pendamping seperti ini tidak mungkin dapat dibayangkan kecuali pada seorang wanita yang kemudian menjadi istri yang direkatkan melalui ikatan pernikahan, dan seorang lelaki yang kemudian menjadi suami idaman.

Alloh Ta’ala berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara rasa kasih dan sayang…” (ar-Rum : 21)

7.    Terjalinnya hubungan kekeluargaan dan perbesanan.
Hubungan yang didapatkan dari pernikahan tidak hanya terbatas pada hubungan antara pasangan suami istri saja, bahkan hubungan tersebut mencakup keluarga besar keduanya, sehingga dengan pernikahan hubungan antar sesame manusia akan menjadi satu lingkaran yang lebih luas. Hubungan-hubungan khusus seperti kekerabatan dan perbesanan sendiri memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan sikap tolong-menolong.

8.    Nikmat mendapatkan anak.
Dengan pernikahan, suami-istri dapat mendapatkan anak yang jika dididik dengan baik, maka anak tersebut akan menjadi buah hati yang tersayang yang selama ini diidam-idamkan dalam kehidupannya dan akan menjadi kenangan yang baik setelah kematiannya.

Adakah orang yang mengingkari bahwa anak sholih yang berakhlak merupakan nikmat terbesar dalam kehidupan dan setelah kematian? Tentunya, tidak ada yang sanggup mengingkarinya! Selagi hidup, anak menjadi tempat untuk menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan, serta untuk memberikan apa yang dianggap bagus dan bermanfaat untuk kebaikannya.

Setelah mati, kebahagiaan menanti kedua orang tua berkat doa anaknya yang sholih dan pahala menunggu karena telah berhasil memberikan pengasuhan yang baik.

9.  Membentuk keluarga Muslim yang beribadah hanya kepada Alloh Ta’ala, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

10.  Memperbanyak jumlah atau kuantitas kaum Muslimin.
Rosululloh –sholallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Nikahilah wanita yang menyayangi suaminya (wadud) dan yang bisa banyak menghasilkan keturunan (walud). Sesungguhnya aku berbangga dengan umat-umat lain dalam jumlah pengikut.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’I dan lainnya)

11.  Menghindarkan masyarakat dari bahaya kemerosotan atau dekadensi moral.
Karena dengan pernikahan masyarakat akan terhindar dari berbagai penyakit dekadensi moral yang timbul akibat menghindari pernikahan dan banyaknya pemuda atau pemudi yang hidup membujang, seperti pacaran, zina atau pelacuran, seks bebas, dan penyakit asusila lainnya.

Dengan sendirinya, secara langsung juga berarti menghindarkan masyarakat dari penyakit-penyakit mematikan yang muncul akibat dari dekadensi moral dan pudarnya rasa malu, seperti penyakit AIDS, berjangkitnya virus HIV, dan penyakit kelamin atau asusila lainnya.

12. Memperoleh kekayaan dan mengentaskan kemiskinan.
Pernikahan merupakan sebab untuk meraih kekayaan dan melenyapkan kemiskinan. Ini merupakan salah satu rahasia pernikahan yang tidak banyak diketahui orang, terlebih mereka yang menghindar dari pernikahan dengan alas an takut miskin.

Alloh Ta’ala berfirman:
Dan nikahilah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sayaha kalian yang laki-laki dan hamba sahaya kalian yang wanita. Jika mereka miskin, Alloh akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Alloh Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur : 32)

Rosululloh –sholallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Ada tiga orang yang pasti ditolong Alloh; orang yang menikah dengan niat menjaga kehormatan diri (iffah), hamba mukatab yang ingin membebaskan dirinya dari perbudakan dan orang yang berperang di jalan Alloh.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ibnu Majah)

Kesimpulannya, pernikahan memiliki banyak maslahat dan hikmah mulia yang seharusnya menjadi motivator bagi seorang Muslim dan Muslimah untuk menikah, atau bersegera menikah!

***

Paket Pernikahan Islami : Menikah Itu Indah, hikmah dan keutamaan pernikahan dalam Islam, LBKI

Permataku Bertemu Bidadari

Anjuran Menikah dalam al-Hadits


Suara tangis...

Kudengar suara tangis seseorang dari dalam. Aku yang saat itu sedang
menonton putaran siaran langsung sepak bola Liga Inggris, menjadi
tergerak juga untuk mencari dimana sumbernya berada. Aku bangkit dari
depan tv. Kuperiksa kamar utama yang menjadi tempat tidurku bersama
istri. Tidak ada. Langsung aku menuju ke kamar anak kami satu-
satunya, Permata. Benar saja, suara tangis itu berasal dari dalam
kamarnya. Suara isak tangisan Permata sepertinya ditahan-tahan supaya
tidak terlalu didengar oleh orang lain. Namun tetap saja dapat
didengar terutama olehku yang berada di ruang tv, yang tidak berada
jauh dari kamarnya.

"Salam'alaikum sayang…, sedang apa di dalam? Boleh Ayah masuk?"
kataku sambil mengetuk pelan pintu kamarnya.

Tiba-tiba, suara tangisannya menghilang.

"Sayang…, ini Ayah. Bolehkan Ayah masuk?"

Pintu-pun terbuka dengan Permata, anak semata wayangku, di depanku.
Wajahnya memerah dengan mata sembab dan berkaca-kaca. Rambutnya yang
hitam panjang sebahu tampak awut-awutan. Bajunya yang berwarna merah
jambu dengan gambar bunga-bunga kecil, basah oleh air mata dan
keringatnya.

"Loh kok…, kenapa putri Ayah menangis? Biasanya putri Ayah selalu
ceria. Ada apa gerangan? Boleh Ayah tahu ada apa?" kataku yang
langsung berjongkok di depan Permata sambil memegang bahunya dan
menyeka air matanya.

Belum lagi Permata menjawab pertanyaanku. Ia langsung saja menabrakku
dengan pelukannya, lalu menangis kembali dan berkata, "Ibu jahat,
Ayah. Ibu jahat!"

"Loh…, kenapa Ibu jahat? Masa sih, Ibu jahat sama Permata yang cantik
dan baik hati," kataku sambil mengangkat dan menggendongnya lalu
menuju ke tempat tidurnya. Kuletakkan ia di kasur dan aku duduk di
sampingnya. Ku elus-elus rambutnya yang halus seperti sutra.
Kupancarkan senyuman kepadanya untuk mencoba meredakan tangisannya.

Sedikit demi sedikit tangisannya mulai mereda dan akhirnya berhenti.
Wajah Permata memancarkan rasa sedih karena ia barusan dimarahi sama
Ibunya, yaitu istriku. Sebenarnya aku-pun agak heran juga, tidak
biasanya istriku marah terhadap anak semata wayangnya ini. Biasanya
ia sangat lembut dan penuh kasih sayang didalam mengurus Permata.

"Ayah… Ibu kok jahat sama Permata? Tadi Permata dimarahi sama Ibu.
Permata sedih, Ayah. Kenapa Ibu sampai memarahi Permata seperti tadi,
Ayah?" kata Permata sambil mau menangis kembali.

"Eee…, kok mau nangis lagi… Enggak apa-apa kok, Ibu tidak jahat dan
tidak marah sama Permata. Memangnya, kenapa Ibu sampai demikian sama
Permata?"

Permata diam sebentar. "Tadi Permata belum mengerjakan shalat lalu
ditegur sama Ibu. Namun, Permata belum juga mengerjakan shalat karena
Permata masih mau menyelesaikan PR Permata dulu, Ayah. Lalu Ibu
datang kembali dan menanyakan apakah Permata sudah shalat. Setelah Ibu
tahu bahwa Permata belum shalat juga, lalu Ibu memarahi Permata.
Permata hanya diam pas dimarahi sama Ibu. Setelah Ibu pergi, Permata
jadi sedih, mengapa Ibu yang biasanya baik sama Permata tapi kali ini
kok tidak. Permata jadi sangat sedih, Ayah."

"Ooo…, begitu. Nah, sekarang Permata sudah shalat belum?"

Permata mengangguk.

"Bagus…, itu baru namanya anak Ayah dan Ibu yang cantik dan pintar.
Permata tahu nggak, kenapa Ibu sampai marah sama Permata karena
Permata melalaikan shalat. Itu berarti…, Ibu sayang sama Permata. Ayah
dan Ibu memang sangat senang bila anak Ayah dan Ibu rajin didalam
mengerjakan shalat. Ayah dan Ibu tidak mau Permata masuk Neraka dan
disiksa sama Alloh Ta'ala, nanti di Akhirat. Permata tahu kan, bila ada
orang yang tidak mengerjakan shalat maka ia akan disiksa dan
dimasukkan oleh Alloh Ta'ala, ke dalam Neraka Jahannam selama-lamanya.
Iiiiihhh…, ngeri kan," kataku menggeliat dan memasang wajah takut
sambil bercanda.

Permata pun tersenyum.

"Ok…, sekarang Permata harus janji…, untuk tidak melalaikan shalat
lima waktu lagi, bagaimana?"

"Iya, Ayah. Permata janji tidak akan melalaikan shalat lagi," katanya
sambil memelukku.

Aku-pun memeluknya, mencium keningnya sambil berdo'a di dalam
hati, "Ya Alloh…, ampuni dosa-dosa kami, ampuni dosa-dosa kedua orang-
tua kami dan jadikanlah keturunan kami, anak-anak yang sholeh dan
sholehah yang ta'at kepada perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu.
Aamiin."

"Ayah…, Ayah…, kata Ibu Guru, di surga itu ada Bidadari ya?"

"Iya, benar."

"Apa Bidadari itu cantik, Ayah?"

"Sangat cantik. Bahkan kecantikannya tiada tara."

"Ayah…, apakah Permata kalau sudah besar nanti akan secantik
bidadari?"

Aku-pun tersenyum. "Iya…, kalau kamu besar nanti akan secantik
Bidadari. Karena kamu, bagi Ayah dan Ibu, adalah Bidadari yang
menghiasi rumah ini." Permata-pun tersenyum. Terlihat gigi-giginya
yang masih belum rapih. "Tapi Permata, kecantikan wajah itu tidaklah
penting, yang terpenting adalah kecantikan hati, disini…, dihati,"
kataku menambahkan sembari menunjuk ke dadanya.

"Iya, Ayah…"

"Sudah ya…, Ayah keluar dulu. Salam'alaikum sayang."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh, Ayah," kata Permata
sambil mencium tangan kananku.

Aku-pun keluar dari kamarnya.

Memang. Terkadang didalam rumah-tangga, apabila ada salah satu orang-
tua yang keras didalam mendidik anak-anaknya, maka harus ada orang-
tua yang bersikap lembut sebagai penyeimbangnya. Sehingga nantinya
tidak akan menimbulkan suasana rumah-tangga yang memanas, yang
berdampak akan adanya tekanan mental yang berlebihan pada anggota
keluarga. Kalau bisa, kedua orang-tua haruslah bersikap lembut
didalam mendidik anak-anaknya supaya tidak menurunkan sifat-sifat
kasar dan pemarah pada anak-anaknya nanti.

Di suatu Minggu pagi.

"Ayah…, Permata pamit dulu, ya. Ntar Permata kasih kabar kalau sudah
sampai di tempat piknik lewat Hand Phone Ibu, ya Bu ya…"

"Iya, iya…," kata istriku. "Aku pamit juga, ya Mas," sembari mencium
tangan kananku.

Kami-pun saling berangkulan dan memberi salam.

"Salam'alaikuuum, " kata mereka berdua.

Di hari Minggu ini, sekolahnya Permata mengadakan acara piknik
bersama. Mereka berencana pergi ke Bogor untuk mengunjungi Taman
Safari dan Kebun Raya Bogor. Seharusnya, Aku-pun harus pergi juga
bersama mereka. Namun, Aku sudah memiliki janji yang tidak boleh
kuingkari. Aku sudah janji untuk menemui klien-ku yang membutuhkan
pertolongan untuk dibela di ruang sidang pengadilan . Kasus yang akan
kutangani ini cukup serius. Kasus korupsi yang menelan uang
triliyunan rupiah. Tapi kali ini, aku harus membela si tertuduh
karena si tertuduh telah lebih dahulu meminta tolong kepadaku untuk
melawan pengacara-pengacara terkenal yang membela pemerintah.
Walaupun mungkin, orang yang akan kubela ini memang benar korupsi,
aku harus tetap membelanya sampai berhasil. Aku tahu, membela orang
yang salah adalah salah, tetapi aku tidak punya pilihan lain karena
aku juga sudah terikat sumpah jabatan sebagai pengacara dimana
seorang pengacara harus selalu siap untuk membela semua perkara orang-
orang yang meminta pertolongan jasanya. Itu kode etiknya.

Semua berkas yang telah kupersiapkan tadi malam telah kutaruh di
dalam mobil. Dengan Bismillah, aku-pun berangkat. Baru tiga puluh
menit berlalu saat aku masih menikmati kemacetan di jalan raya.
Telepon genggamku berbunyi.

"Selamat pagi, Pak. Apa benar Bapak yang bernama Muhammad Yusuf?"

"Benar, Pak. Ini dari siapa, ya?"

"Kami dari Kepolisian Satlantas Bogor, Pak. Kami mau mengabarkan
berita duka untuk Bapak."

"DEGGG!!!" Hatiku tersentak kaget. "Berita duka, Pak? Berita duka
apa?"

"Sekarang, di jalan tol menuju Bogor sedang terjadi kecelakaan
beruntun, Pak. Setelah kami melakukan pemeriksaan terhadap para
korban. Teridentifikasi bahwa ada keluarga Bapak, yaitu istri dan
anak Bapak yang menjadi korban kecelakaan. Sekarang mereka telah
dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati dan kini berada di ruang gawat
darurat. Mungkin cuma itu yang bisa kami kabarkan kepada Bapak."

"Innalillahi wa inna Ilaihi roji'un. Allohu Akbar! Istri dan anakku
dalam keadaan kritis. Kendaraan mereka mengalami kecelakaan. Ya
Alloh…, masih adakah harapan untuk mereka?" kataku membatin. Cepat
aku membanting setir untuk mencari jalan pintas menuju ke Rumah Sakit
Fatmawati. Tidak kuhiraukan lagi semua rambu-rambu lalu-lintas.
Kunyalakan lampu depan mobil yang menandakan aku dalam keadaan
terdesak waktu.

Sesampainya di Rumah Sakit Fatmawati. Setelah kutanya lewat bagian
informasi dimana pasien yang baru datang akibat kecelakaan di jalan
tol dengan nama istri dan anakku. Mereka menunjuk ke kamar darurat.
Kularikan kakiku dengan cepat untuk sampai disana. Setelah kubuka
pintu ruang darurat itu. Ramai sekali para dokter yang menangani para
korban. Namun, aku masih belum boleh masuk dan diminta untuk menunggu
di ruang tunggu.

"Ya Alloh… Selamatkah istri dan anakku? Bagaimanakah keadaan mereka?"
dalam keadaan tidak menentu, aku mencoba menghubungi para keluargaku
untuk memberitahu hal ini serta memberitahu pegawaiku untuk menemui
klienku dan memberitahu bahwa aku berhalangan datang kesana.

"Bapak Muhammad Yusuf!" panggil salah satu dokter.

"Ya, saya Dok."

"Mari ikuti saya, Pak."

Dibawanya aku ke suatu ruangan dokter. "Silakan duduk, Pak."

"Dokter, bagaimana istri dan anak saya? Bagaimana keadaannya?" kataku
cemas.

"Hhhmmm…" Dokter itu menarik dan menghembuskan nafasnya dalam-
dalam. "Pertama-tama. .., saya ingin mengucapkan ma'af kepada anda
karena kami tidak bisa menolong istri anda, sedangkan anak anda
sekarang dalam keadaan kritis. Kondisinya sekarang koma, banyak
bagian tubuhnya yang remuk dan patah. Untuk saat ini, kami belum bisa
berbuat apa-apa, hanya menunggu perkembangan selanjutnya dari anak
anda."

"Ya Alloh… Allohu Akbar! Inna lillahi wa inna Ilaihi roji'un. Telah
Engkau ambil istriku dari sisiku. Dan sekarang, anakku dalam keadaan
kritis."

Tidak bisa kubayangkan apa yang telah terjadi. Tubuhku sudah merasa
lemas semua. Keringat dingin bercucuran bak mata air. Mataku sedikit
berkunang-kunang. Tapi aku masih sadar. Dengan jalan yang bergontai,
aku menuju ke ruang jenazah. Fikiranku sedikit mengambang. Tapi aku
berusaha untuk terus sadar.

Sesampainya di kamar jenazah. Kulihat jasad-jasad kaku terbujur di
tempat tidur ditutupi kain berwarna putih. Suara tangisan dari
keluarga yang lain seperti mau membelah bumi. Kucari istriku. Pas di
pojok dinding, kulihat wajah yang tidak asing lagi. Wajah yang dulu
penuh cinta kepadaku. Wajah yang dulu selalu tersenyum kepadaku.
Wajah yang dulu penuh rasa sabar mendampingiku disaat susah. Wajah
yang dulu pernah bersamaku, berjanji menjalin ikatan suci di
pelaminan. Wajah itu, wajah istriku. Kudatangi perlahan jasadnya.
Kupandangi wajahnya. "Ohhh…, aku tak sanggup. Hatiku menjerit.
Tangisanku mau meledak. Tapi kalau saja aku tidak ingat sama Tuhan.
Aku pasti sudah bergabung dengan orang-orang yang meratapi kepergian
keluarganya itu. Aku berusaha tersenyum melihat wajah istriku. Kusapa
ia dengan salam. Kuucapkan do'a untuknya supaya ia mendapat ampunan
dari Alloh -subhanahu wa ta’ala- dan tempat yang layak di sisi-Nya. Setelah itu kukecup
keningnya. Kututupi wajahnya dengan kain putih. Sekali lagi. Ku
berdo'a untuknya.

Kembali aku menuju ke ruangan gawat darurat. Saat menuju kesana.
Datang serombongan keluargaku dan keluarga istriku. Mereka memelukku
satu persatu. Mencium pipi dan keningku dan berusaha menghiburku.
Sebagian dari keluargaku dan keluarga istriku menangis. Langsung saja
aku menunjukkan dimana jasad istriku berada. Sebagian kesana dan
sebagian lagi ikut denganku ke ruang gawat darurat, dimana Permata
berada.

Sampai sore hari, Permata belum boleh dikunjungi. Baru setelah malam
harinya, kami boleh masuk ke kamarnya dirawat.

"Permata sayang, ini Ayah. Permata sayang, ma'afkan Ayah, Nak.
Ma'afkan Ayah…" kataku lirih dan tidak dapat meneruskan kata-kata.
Yang kubisa hanya membelai lembut kepalanya yang sudah dicukur botak
karena ada jahitan di kepalanya.

Pas jam sepuluh malam.

"Aayaaahhh…" suara Permata pelan.

Kami yang sudah duduk di kursi langsung berhamburan menghampiri
Permata.

"Iya, sayang. Iya, sayang. Ini Ayah, sayang."

"Aayaaahhh… Sakiiitt."

"Iya sayang. Ayah tahu. Sabar ya… Insya Alloh, Alloh akan
menyembuhkan Permata."

"Aayaaahhh… Ibu mana…?"

Ya Alloh…, mendengar anakku bertanya tentang Ibunya, aku hanya bisa
diam.

"Aayaaahhh… Ibu mana…?"

"Ibu…, Ibu ada sayang..., tapi sekarang sedang tidak disini."

Permata diam. Matanya melirik kesana dan kemari seperti mencari
sesuatu. Sesaat, bibirnya bergerak tersenyum.

"Ayah… Bidadari itu sudah datang. Mereka melihat kepadaku, Ayah.
Wajahnya sangat cantik sekali, Ayah."

Aku dan keluargaku bingung. Kami tidak bisa melihat apa-apa.

"Sayang…, Bidadarinya mungkin datang untuk mendo'kan Permata. Mereka
sangat senang bila Permata sehat," kataku untuk menghiburnya.

"Tidak, Ayah. Kata mereka, mereka datang untuk menjemput Permata.
Mereka tersenyum pada Permata, Ayah."

"Ya Alloh…, apakah ini yang dinamakan ajal dengan malaikat mautnya
yang akan menjemput anakku? Kalau memang iya, tidak ada yang bisa aku
lakukan kecuali membantunya mengucapkan kalimat tauhid."

"Ayah…, Bidadarinya menghampiri Permata. Mereka menjulurkan
tangannya, Ayah."

"Permata. Bidadarinya mungkin mau mengajak Permata bermain-main ke
surga. Kalau begitu, Permata harus siap ya sayang. Mari Ayah bimbing,
coba Permata mengucapkan kalimat dua syahadat seperti yang telah Ayah
ajarkan. Ash-hadu an laa ilaaha illa Alloh… wa ash-hadu anna muhammad
rasulullah…"

"Ash-hadu an laa… ilaaha illa Alloh… wa ash-hadu anna… muhammad
rasulullah…" Dengan terbata-bata, akhirnya Permata dapat mengucapkan
kalimat tauhid dengan lancar.

Tanpa kalimat tauhid yang sempat terucap sebelum mati, sangat
mustahil seorang Muslim akan masuk surga. Kalimat tauhid merupakan
kuncinya pintu surga. Dan jika seseorang belum juga mengucapkan
kalimat tauhid sebelum ajalnya tiba, maka ia dipastikan mati dalam
keadaan kafir. Neraka-lah tempatnya. Na'udzubillahi min dzalik.

Perlahan…, mata Permata sedikit demi sedikit tertutup. Kulit tubuhnya
berangsur-angsur memucat, dingin. Sebuah senyum manis terukir di
bibirnya. Wajahnya ceria. Ia telah puas. Puas bertemu dengan Bidadari
yang sangat cantik. Bidadari yang selalu diimpikannya untuk bertemu.

Semua keluargaku menangis. Hanya aku yang tersenyum. Kuusap wajah
Permata dan mentelungkupkan tangannya ke dadanya seperti ia sedang
shalat. Kuciumi keningnya sekali lagi dan sambil berucap, "Tidurlah
dengan tenang, sayang. Temani Ibumu yang sudah menunggu disana.
Katakan pada Ibumu. Aku menyayangi kalian berdua. Dan semoga Alloh
-subhanahu wa ta’ala-, juga mengasihi kalian berdua. Selamat jalan sayang. Inna lillahi
wa inna ilaihi roji'un."

Kutarik nafas panjang. Semua keluargaku memelukku. Kemudian aku
keluar dari kamar itu. Kucari sebuah musholla. Lalu disana aku
mengadu kesedihan kepada-Nya.

Besoknya. Kukuburkan jenazah istri dan anakku berdampingan di sebuah
pemakaman khusus untuk keluarga. Saat itu, suasana begitu teduh
disana. Pepohonan yang rimbun menambah kesejukan disekitarnya.
Terdengar suara burung-burung berkicauan di atas pohon sana. Harumnya
bunga melati dan kamboja, menusuk hidung mewangikan sekitar.

Setelah acara pemakaman selesai. Kini yang tinggal disitu hanyalah
Aku. Kupandangi dua makam yang berisi orang yang sangat kusayangi.
Sekali lagi, kubacakan do'a-do'a untuk mereka berdua sambil melihat
ke sebidang ruang tanah lagi di samping makam mereka berdua…, dimana
itu nanti…, adalah tempatku kelak.
  
"Sesungguhnya Alloh akan memasukkan orang-orang yang beriman dan
beramal saleh ke dalam surga-surga yang sungai-sungai mengalir di
bawahnya. Sesungguhnya Alloh berbuat apa yang Dia kehendaki." (Q.S.
al-Hajj : 14).

"Di dalamnya ada bidadari yang menundukkan pandangannya yang belum
pernah disentuh manusia dan jin sebelumnya. Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan? Mereka laksana permata yaqut dan merjan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Tiadalah balasan
kebaikan itu melainkan kebaikan (pula). Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan?" (Q.S. ar-Rahmaan : 56 – 61).