Jumat, 14 Desember 2012

Mengokohkan Cinta dengan Menikah



Menikah Itu Indah : Mengokohkan Cinta dengan Menikah

Sebagai sebuah akad yang mulia dan ikatan suci yang sakral, pernikahan atau perkawinan dalam Islam telah dibentengi dengan rambu-rambu tanggung jawab dan disematkan kepadanya berbagai sifat keagungan dan kemuliaan yang membedakannya dengan akad-akad lainnya, Islam juga telah mengangkat pernikahan di atas segala kewajiban lain yang mengikat manusia dalam urusan hidupnya.

Dibalik Akad Pernikahan
Al-Qur’an mengilustrasikan pernikahan dengan sifat sakral yang tidak pernah dipergunakan dan diberikan untuk mensifati akad-akad yang lainnya, yaitu menyebutnya sebagai “ikatan atau perjanjian yang kuat” (mitsaq ghalizh).

Alloh Ta’ala berfirman:
Bagaimana kalian akan mengambil sebagian dari mahar itu kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istri kalian) telah mengambil dari kalian perjanjian yang kuat.” (an-Nisa’ : 21).

Ini berarti, setelah perjanjian yang kokoh ini diucapkan dan dipersaksikan, seorang laki-laki dan wanita yang mengikat perjanjian suci tersebut telah resmi menjadi pasangan suami istri, dimana sebelumnya mereka adalah dua individu berbeda yang memiliki kehidupan masing-masing dan tidak saling terikat antara satu dengan lainnya.

Secara kodrat insane dan hitungan jumlah mereka tetap sebagai indivdu yang berbeda jenis, namun dalam timbangan hakikat mereka adalah dua sejoli yang telah berikrar dengan satu janji. Karena itu, yang satu mewakili yang lainnya, dan dengan pundaknya ia menanggung harapan-harapan dan beban pihak lain.

Kuat dan kokohnya ikatan pernikahan tersebut juga digambarkan Alloh Ta’ala dengan ungkapan yang menawan lainnya:
Mereka (istri-istri) itu adalah pakain bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka.” (al-Baqoroh : 187)

Ungkapan indah ini mengisyaratkan makna mendalam tentang kesatuan, penjagaan, pengamanan dan perhiasan yang hendak diwujudkan oleh setiap pasangan untuk dipersembahkan kepada pasangannya.

Islam memberikan perhatian ekstra terhadap jalinan ikatan jiwa dan ruh antara pasangan suami istri. Perhatian Islam juga sangan optimal dalam mengokohkan ikatan yang telah tersimpul dengan kuat di antara keduanya.

Akhirnya di antara keduanya tumbuh ikatan yang kokoh dan hubungan teguh yang didasari oleh rasa kasih saying dan keharmonisan hati, yang mampu menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar. Padahal mereka berdua berasal dari satu jiwa yang diikat oleh karakternya masing-masing.

Alloh Ta’ala berfirman:
Hai sekalian manusian, bertakwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Alloh memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (an-Nisa’ : 1)

Upaya maksimal terhadap pengokohan ikatan dan hubungan suami istri dengan dilandasi cinta dan kasih saying secara timbale balik, pada akhirnya akan dapat menuntun mereka (suami-istri) kepada kebaikan dan ketakwaan.

Bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain.” (an-Nisa’ : 1)

Maksudnya, setiap pasangan akan memperoleh kebahagiaan, pertolongan dan kedamaian, tentunya jika mereka bertakwa kepada Robbnya demi pasangannya. Atau jika mereka berkeinginan kuat untuk saling menegakkan hubungan di antara keduanya atas dasar keikhlasan dan kejujuan. Karena hubungan rumah tangga yang mereka bangun dimaksudkan hanya untuk saling bekerja sama demi mencapai kondisi yang lebih ideal, sehingga masing-masing akan mendapatkan apa yang menjadi keinginan, obsesi dan idealitasnya.



Pernikahan bukan sebuah perusahaan perseroan yang masing-masing pihak berusaha memperoleh keuntungannya masing-masing dan tidak mau tahu dengan kerugian yang diderita pihak lainnya. Namun pernikahan adalah sebuat perjanjian yang dilakukan dan dipersaksikan oleh suami-istri sendiri. Sehingga yang satu akan bekerja demi yang lain, sedang yang satunya akan mendukung dan menguatkan yang lainnya agar keduanya mampu mencapai kebahagiaan bersama, atau bahkan puncak kebahagiaan yang telah lam diidam-idamkan.

Itulah jalinan kedamaian (sakinah) sebagaimana yang diungkapkan Alloh Ta’ala dalam firman-Nya:
Dia menciptakan istrinya, agar suami tersebut merasa tentram kepadanya.” (al-A’rof : 189)

Karena itu, al-Qur’an sangat memperhatikan tercapainya misi-misi ruhani (psikologis) dari sebuah pernikahan, yaitu tergapainya ketentraman jiwa dari gejolak-gejolak seksual dengan cinta yang terjalin antara pasangan suami-istri dan memperluasnya hingga meliputi wilayah cinta dan kasih saying antara kedua keluarga besar dari masing-masing suami-istri tersebut.

Dalama hal ini, Alloh Ta’ala berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan saying.” (ar-Rum : 21)

Hal ini mengindikasikan bahwa setiap hal yang terikat erat dengan pasangan suami-istri dan hubungan interaksi di antara keduanya berawal dan muncul dari sini, rasa tentram (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah).

Sebuah keluarga yang direpresentasikan dan diperankan dengan baik oleh suami istri adalah jama’ah atau komunal pertama yang darinya terbentuk sebuah masyarakat. Oleh karena itu, demi tegaknya urusan jama’ah ini dan demi kebaikan kondisinya, haruslah ada seorang pemimpin yang ditaati yang mampu mengatur segala urusan dan memenej setiap perilaku, serta mengarahkan biduk rumah tangganya denga arah yang tepat dan untuk menuju sasaran yang tepat pula.

Sedangkan seorang wanita telah dipersiapkan Alloh Ta’ala dengan fithrahnya sebagai istri yang memang diciptakan untuk mengandung, melahirkan dan mengasuh serta menata urusan rumah tangganya.

Sementara laki-laki atau suami dengan segala kekuatan fisik dan kelebihan akalnya serta kesempurnaan pikirannya, ia lebih tepat untuk memegang kendali kepemimpinan keluarga dan yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup serta yang bertugas menjaga dan membela keluarga tersebut. Ia juga bertugas untuk memenuhi kebutuhan prinsip dalam hidup yaitu rasa aman dan ketenangan.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dank arena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (an-Nisa’ : 34)

Paket Pernikahan Islami : Menikah Itu Indah, hikmah dan keutamaan pernikahan dalam Islam, LBKI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar